Rahasia-Rahasia Penginjilan

Ketika Abraham membuktikan kesediaannya untuk memberikan anak yang dikasihinya, Ishak, Allah berjanji kepadanya:

Oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firman-Ku.” (Kejadian 22:18).

Rasul Paulus menekankan bahwa janji itu dibuat kepada Abraham dan kepada keturunannya (kata benda tunggal), bukan keturunan-keturunannya (kata benda jamak); dan keturunannya (kata benda tunggal) adalah Kristus (lihat Galatia 3:16). Dalam Kristus, semua bangsa, atau lebih tepatnya, semua kelompok etnis di seluruh bumi akan diberkati. Janji kepada Abraham itu menubuatkan tentang dimasukkannya ribuan kelompok etnis bukan Yahudi di seluruh dunia menjadi berkat-berkat dalam Kristus. Kelompok-kelompok itu saling berbeda karena mereka hidup dalam wilayah-wilayah geografi yang berbeda, berasal dari ras-ras berbeda, mengikuti budaya-budaya yang berbeda dan bertutur bahasa-bahasa yang berbeda. Allah inginkan mereka semua diberkati dalam Kristus, yang oleh karena itu Yesus mati untuk dosa-dosa seluruh dunia (lihat 1 Yohanes 2:2).

Walaupun Yesus berkata bahwa jalan menuju kehidupan adalah sempit, dan sedikit orang yang mencarinya (lihat Matius 7:14), rasul Yohanes memberikan alasan tepat untuk kita percayai bahwa akan ada wakil dari semua kelompok etnis di dunia dalam Kerajaan Allah kelak:

Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru: “Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba!” (Wahyu 7:9-10, tambahkan penekanan).

Jadi, dengan sangat bersemangat, anak-anak Allah menantikan saat untuk bergabung dengan orang banyak dari latar-belakang etnis yang sangat beragam untuk datang di hadapan Tahta Allah suatu hari kelak!

Banyak ahli strategi misi kontemporer memberikan penekanan besar kepada penjangkauan ribuan kelompok etnis yang masih “tersembunyi” di seluruh dunia, demi melakukan perintisan gereja yang layak di setiap etnis. Tindakan ini tentu dianjurkan, karena Yesus memerintahkan kita untuk pergi ke seluruh dunia dan “melakukan pemuridan kepada semua bangsa (atau arti sebenarnya, kelompok etnis)” (Matius 28:19). Tetapi, rencana-rencana manusia, sebaik apapun maksudnya, bisa menimbulkan lebih banyak bahaya daripada kebaikan bila tanpa bimbingan Roh Kudus. Sangatlah penting kita mengikuti hikmat Allah di saat kita berupaya membangun KerajaanNya. Roh Kudus memberi lebih banyak informasi dan petunjuk mengenai bagaimana kita harus melakukan pemuridan di seluruh dunia dibandingkan dengan hal-hal yang ada dalam Matius 28:19.

Mungkin fatkta yang paling sering diabaikan oleh mereka yang berupaya memenuhi Amanat Agung adalah bahwa Allah adalah penginjil terbesar dari semuanya, dan kita harus bekerja-sama denganNya, bukan untukNya. Dibandingkan siapapun, Ia jauh lebih peduli dalam menjangkau dunia dengan Injil, dan Ia bekerja sampai tuntas yang jauh lebih tekun dibandingkan siapapun. Ia dulu dan sekarang sangat seirus dengan maksud itu sehingga Ia mati untuk itu, dan Ia memikirkan tentang hal itu bahkan sebelum Ia menciptakan manusia, dan kini Ia masih memikirkannya! Itulah komitmen!

“Jamulah Dunia untuk Kristus” (“Wining the World For Christ”)

Adalah menarik bahwa ketika membaca suratan-suratan dalam Perjanjian Baru, kita tak temukan permohonan yang sungguh-sungguh (seperti sering kita lakukan kini) bagi orang-orang percaya untuk “keluar dan menjangkau dunia untuk Kristus!” Orang-orang Kristen dan para pemimpin Kristen yang mula-mula menyadari bahwa Allah bekerja berat untuk menebus dunia, dan tugas mereka adalah bekerjasama denganNya ketika Ia membimbing mereka. Jika orang yang tahu tentang hal itu adalah rasul Paulus, yang tak seorangpun “membawanya kepada Tuhan.” Sebaliknya, ia bertobat melalui tindakan langsung Allah ketika ia dalam perjalanan ke Damaskus. Dan di seluruh kitab Kisah Para Rasul, kita dapati pertumbuhan gereja karena orang-orang yang diurapi dan dipimpin oleh Roh Kudus yang bekerjasama dengan Roh Kudus. Kitab Kisah Para Rasul itu, walaupun sering disebut sebagai “Kisah Perbuatan-Perbuatan Para Rasul”, sebenarnya disebut sebagai “Kisah Perbuatan-Perbuatan Allah.” Pada pendahuluan kitab Kisah Para Rasul oleh Lukas, ia menyatakan bahwa kisahnya yang pertama (Injil yang sesuai namanya) adalah catatan mengenai “segala sesuatu yang Yesus mulai kerjakan dan ajarkan” (Kisah Para Rasul 1:1, tambahkan penekanan). Lukas percaya bahwa Kisah Para Rasul adalah ungkapan tentang hal yang Yesus terus lakukan dan ajarkan. Ia bekerja melalui hamba-hambaNya yang diurapi dan dipimpin oleh Roh Kudus yang bekerja-sama denganNya.

Jika orang-orang Kristen yang mula-mula tidak merasa terdorong untuk “keluar dan bersaksi kepada sesamanya dan membantu memenangkan dunia untuk Kristus,” apakah tanggung-jawab mereka dalam membangun Kerajaan Allah? Orang-orang yang tidak secara khusus dipanggil dan diberikan karunia untuk memberitakan Injil kepada orang banyak (para rasul dan penginjil) dipanggil untuk hidup taat dan suci, dan selalu siap membuat pertahanan terhadap siapapun yang menghina atau menyangsikan mereka. Misalnya, Petrus menuliskan,

Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar. Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu. (1 Petrus 3:14-16).

Perlu dicatat, orang-orang Kristen, yang disurati oleh Petrus, mengalami aniaya. Tetapi, jika orang-orang Kristen tak berbeda dengan dunia, dunia (sudah tentu) tak akan menganiaya mereka. Itulah alasannya kini ada penganiayaan terhadap orang-orang Kristen di banyak tempat —karena orang-orang yang konon menyebut diri Kristen bertindak tidak berbeda dengan orang lain. Ternyata, mereka bukanlah orang-orang Kristen, sehingga tak seorangpun menganiaya mereka. Namun banyak jenis “orang Kristen” seperti itu didesak-desak pada hari-hari Minggu untuk “berbagi iman mereka dengan sesamanya.” Ketika mereka bersaksi kepada sesamanya, sesamanya terkejut mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang Kristen yang (diduga) lahir baru. Yang lebih buruk, “injil” yang mereka ceritakan tidak lebih dari cerita “kabar baik” kepada sesamanya, sehingga mereka keliru jika menganggap perbuatan baik atau ketaatan kepada Allah terkait dengan keselamatan. Masalahnya adalah mereka hanya “menerima Yesus sebagai Juruselamat pribadi mereka.”

Berbeda dengan hal itu, orang-orang Kristen mula-mula (Tuhan mereka adalah Yesus) berdiri bagaikan cahaya dalam kegelapan, sehingga mereka tak perlu mengikuti pelajaran untuk bersaksi atau membangkitkan keberanian untuk bercerita kepada sesama mereka bahwa mereka adalah pengikut Kristus. Dan, mereka punya banyak kesempatan untuk berbagi Injil ketika mereka difitnah atau dihina karena kebenaran. Juga, mereka hanya perlu menguduskan Yesus sebagai Tuhan di dalam hati dan siap sedia dalam segala waktu untuk memberi pertangung-jawaban, sesuai kata Petrus.

Mungkin perbedaan utama antara orang-orang Kristen modern dan orang-orang Kristen mula-mula adalah: Orang-orang Kristen modern cenderung berpikir bahwa seorang Kristen ditandai dengan pengetahuan dan keyakinannya —kita menyebutnya “doktrin”, sehingga mereka fokus pada mempelajarinya. Sebaliknya, orang-orang Kristen mula-mula percaya bahwa seorang Kristen ditandai dengan perbuatannya —sehingga mereka fokus pada menaati perintah-perintah Kristus. Perlu disadari bahwa, selama empat-belas abad awal, praktis tak ada orang Kristen yang memiliki Alkitab secara pribadi, sehingga mustahil baginya untuk “membaca Alkitab setiap hari”; kejadian ini menjadi salah satu aturan terpenting dari tanggung-jawab orang Kristen masa kini. Saya tentu tidak berkata bahwa orang-orang Kristen masa kini tak boleh membaca Alkitab setiap hari. Saya hanya ingin berkata bahwa terlalu banyak orang Kristen telah menjadikan pelajaran Alkitab lebih penting dibandingkan menaati Alkitab. Pada akhirnya, kita menyombongkan diri kita karena memiliki doktrin yang benar (bertentangan dengan para anggota dari 29,999 denominasi lain yang tidak sesuai dengan level kita) namun masih bergosip, berbohong dan mengumpulkan harta di bumi.

Jika kita ingin melunakkan hati orang-orang sehingga mereka menjadi lebih terbuka untuk menerima Injil, lebih besar kemungkinan kita melakukannya dengan perbuatan-perbuatan kita daripada dengan doktrin-doktrin kita.

Allah, Penginjil Terbesar (God, the Greatest Evangelist)

Perhatikanlah lebih rinci pekerjaan Allah dalam membangun KerajaanNya. Semakin kita mengerti pekerjaanNya, semakin baik kita dapat bekerjasama denganNya.

Ketika seseorang percaya kepada Yesus, itulah yang ia lakukan dengan hatinya (lihat Roma 10:9-10). Ia percaya kepada Tuhan Yesus sehingga ia bertobat. Ia menurunkan dirinya dari tahta keinginannya dan menaikkan Yesus ke atas tahta keinginannya. Tindakan mempercayai tentu melibatkan perubahan hati.

Demikian juga, ketika seseorang tidak mempercayai Yesus, itulah yang ia lakukan dengan hatinya. Ia melawan Allah, sehingga ia tidak bertobat. Dengan keputusan secara sadar, ia menjauhkan Yesus dari tahta hatinya. Ketidakpercayaan menyebabkan lahirnya keputusan untuk seterusnya tidak mengubah hati seseorang.

Yesus menunjukkan bahwa hati seseorang sangat keras sehingga tak seorangpun akan datang padaNya jika ia tidak ditarik oleh sang Bapa (lihat Yohanes 6:44). Allah dengan penuh kasih dan tak henti-hentinya menarik setiap orang kepada Yesus dengan berbagai cara, semua caraNya menyentuh hatinya, dan melalui caraNya ia harus memutuskan apakah melunakkan atau mengeraskan hatinya.

Apakah cara Allah untuk menyentuh hati orang agar ia dapat ditarik kepada Yesus?

Pertama, Ia memakai ciptaanNya. Paulus menulis,

Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran dengan kelaliman. Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatanNya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karyaNya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih. (Roma 1:18-20, tambahkan penekanan).

Perhatikan Paulus berkata bahwa orang-orang “menindas kebenaran” yang “terbukti ada di dalam diri mereka.” Yakni, kebenaran bertambah di dalam mereka dan menantang mereka, namun mereka menahannya dan melawan keyakinan di dalam diri mereka.

Apa sebenarnya kebenaran yang ada di hati setiap orang? Paulus berkata kebenaran-kebenaran dengan atribut-atribut yang tak terlihat dari Allah, kuasa kekal dan hakekat ilahiNya”, yang terungkap melalui “apa yang telah dibuat.” Di dalam hati mereka, orang-orang tahu melalui ciptaanNya bahwa Allah jelas ada, [1] bahwa Ia sangat kuat, benar-benar kreatif dan sangat berbudi dan bijak.

Kesimpulan Paulus, orang-orang tersebut “tak punya alasan”, dan ia benar. Allah senantiasa berseru kepada setiap orang, mengungkapkan diriNya dan memohon mereka untuk melembutkan hati mereka, tetapi sebagian besar tak mau mendengar. Tetapi, Allah tak pernah berhenti berseru selama hidup mereka, dengan terus menunjukkan mujizat-mujizat —melalui bunga, burung, bayi, hujan salju, pisang, apel, dan sejuta hal lain lagi.

Jika Allah ada dan Ia sama besarnya dengan ungkapan ciptaanNya, maka kita patut menaatiNya. Pewahyuan di dalam diri menyerukan satu pesan: Bertobatlah! Karena itu, Paulus menegaskan agar setiap orang mendengarkan panggilan Allah untuk bertobat:

Tetapi aku bertanya: Adakah mereka tidak mendengarnya? Memang mereka telah mendengarnya: “Suara mereka sampai ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi.” (Roma 10:18).

Paulus sebenarnya mengutip ayat terkenal dari Mazmur 19, yang teksnya berbunyi,

Untuk pemimpin biduan. Mazmur Daud. Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari, (Mazmur 19:1-4a, tambahkan penekanan).

Hal itu menunjukkan bahwa Allah sedang berbicara kepada setiap orang, siang dan malam, melalui ciptaanNya. Jika orang-orang bereaksi dengan benar kepada pesan penciptaan Allah, mereka akan menundukkan wajahnya dan meratapi sesuatu seperti, “Pencipta yang Agung, Engkau telah menciptakanku, tentunya untuk melakukan kehendakMu. Jadi, saya berserah kepadaMu!”

Cara Lain Allah Berbicara (Another Means by Which God Speaks)

Kaitan dengan pewahyuan ke dalam/ke luar adalah pewahyuan lain ke dalam, pewahyuan yang juga diberikan oleh Allah, dan pewahyuan yang tidak tergantung pada orang yang mengalami mujizat-mujizat penciptaan. Pewahyuan ke dalam adalah kata-hati setiap orang, yakni suara yang selalu menyatakan hukum Tuhan. Paulus menulis,

Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri. Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela. Hal itu akan nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai dengan Injil yang kuberitakan, akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus. (Roma 2:14-16).

Jadi, setiap orang tahu yang benar dari yang salah, atau lebih tegasnya, setiap orang tahu hal yang menyenangkan Allah dan yang tidak menyenangkanNya, dan Ia akan meminta pertanggung-jawaban setiap orang pada hari penghakiman atas perbuatannya yang tak menyenangkan Dia. Ketika usia seseorang bertambah, ia tentu makin tahu bagaimana memperbaiki dosanya dan mengabaikan suara kata-hatinya, tetapi Allah tak pernah berhenti mengatakan hukum-hukumNya di dalam diri orang itu.

Cara Ketiga (A Third Means)

Tetapi, hal di atas belum lengkap. Allah, penginjil terbesar yang bekerja untuk membimbing setiap orang agar bertobat, berbicara kepada orang-orang dengan cara lain. Sekali lagi, bacalah kata-kata Paulus:

Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran dengan kelaliman. (Roma 1:18, tambahkan penekanan).

Perhatikan, Paulus berkata bahwa murka Allah diungkapkan, bukan akan diungkapkan nanti. Murka Allah nyata pada orang-orang dalam banyak kejadian yang menyedihkan dan tragis, besar dan kecil, yang melanda umat manusia. Jika Allah maha-kuasa, sanggup melakukan dan mencegah apapun, maka hal-hal tersebut hanyalah wujud dari murkaNya, ketika hal-hal itu melanda mereka yang mengabaikanNya. Hanya teolog tak berperasaan dan filsuf bodoh tak mampu memahami hal itu. Namun, dalam murkaNya, belas-kasihan dan kasih Allah dinyatakan, ketika obyek murkaNya sering mendapat murka jauh lebih sedikit dibanding yang layak dia dapatkan, sehingga obyek itu diingatkan akan murka kekal yang menanti orang yang tidak bertobat setelah ia mati. Itulah cara lain dari Allah untuk menarik perhatian orang yang perlu bertobat.

Cara Keempat (A Fourth Means)

Akhirnya, Allah tidak hanya menarik perhatian orang-orang melalui ciptaan, kata-hati dan bencana, tetapi juga melalui panggilan Injil. Ketika hamba-hambaNya menaati Dia dan mengabarkan kabar baik, pesan yang sama tentang ciptaan, kata-hati dan bencana dipertegas sekali lagi: Bertobatlah!

Anda dapat saksikan bahwa hal yang kami lakukan dalam penginjilan tak sebanding dengan perbuatan Tuhan. Hamba Tuhan terus-menerus menginjili setiap orang di setiap saat setiap hari dalam hidupnya, sedangkan para penginjil besar dapat berbicara kepada ratusan ribu orang selama puluhan tahun. Dan para penginjil itu biasanya mengabarkan Injil kepada kelompok orang tertentu hanya sekali dalam waktu singkat. Ternyata, satu kesempatan itulah yang seorang penginjil dapatkan untuk menginjili orang-orang sesuai perintah Yesus untuk mengebaskan debu dari kaki mereka kapanpun sebuah kota, desa atau rumah tidak menerima mereka (lihat Matius 10:14). Dengan kata lain, adalah benar-benar tiada bandingan bila kita bandingkan antara penginjilan kita yang sangat terbatas dan penginjilan Allah yang terus-menerus, universal, dramatik, dan menuntut batin manusia.

Perspektif itu membantu kita untuk memahami lebih baik tentang tanggung-jawab dalam penginjilan dan membangun Kerajaan Allah. Tetapi, sebelum kita memikul peran itu secara lebih khusus, ada satu faktor penting lain yang tidak boleh kita abaikan.

Seperti dinyatakan sebelumnnya, yang dilakukan orang-orang dengan hati mereka adalah bertobat dan percaya. Allah mau tiap orang untuk merendahkan diri, melembutkan hati, bertobat dan percaya kepada Tuhan Yesus. Untuk mencapai hal itu, Allah terus bekerja dalam hati setiap orang dalam banyak cara.

Tentunya, Allah juga tahu, kondisi hati setiap orang. Ia tahu hati siapa yang sedang melunak dan hati siapa yang mengeras. Ia tahu siapa yang mendengarkan pesan-pesanNya yang tak ada hentinya dan siapa yang mengabaikan pesan-pesanNya. Ia tahu hati siapa yang merasakan bencana dalam hidupnya yang akan membuatnya membuka hatinya dan bertobat. Ia tahu hati siapa yang sangat keras sehingga tak ada harapan untuk bertobat. (Misalnya, Ia berkata kepada Yeremia tiga kali, tidak untuk berdoa bagi Israel karena hati mereka jauh dari pertobatan; lihat Yeremia 7:16; 11:14; 14:11). [2] Ia tahu hati siapa yang sedang melunak sampai titik di mana hanya ada sedikit tuduhan dari RohNya yang akan membuat orang itu bertobat.

Dengan mengingat semua hal, apa yang dapat kita pelajari tentang tanggung-jawab gereja untuk mengabarkan Injil dan membangun Kerajaan Allah?

Prinsip #1 (Principle #1)

Pertama, sebagai sang Penginjil Agung yang melakukan 95% dari seluruh pekerjaan dan yang sudah dari dulu terus-menerus berseru-seru kepada setiap orang setiap hari, apakah tak sewajarnya bila Allah mengutus hamba-hambaNya untuk mengabarkan Injil kepada mereka yang hatinya paling siap menerima Injil, bukannya mereka yang hatinya tak mau menerima Injil? Saya sependapat.

Apakah tak mungkin Allah, sang Penginjil Agung yang telah mengabarkan Injil kepada semua orang setiap saat dalam hidup mereka, memilih untuk tidak peduli pada pengabaran Injil bagi mereka yang sungguh mengabaikan segala sesuatu yang dikatakanNya kepada mereka selama bertahun-tahun? Mengapa Ia akan sia-siakan upayaNya untuk mengatakan 5% terakhir kehendaknya kepada orang-orang agar mereka tahu apakah mereka benar-benar mengabaikan 95% pertama hal yang hendak dikatakan kepada mereka? Saya anggap, mungkin Allah akan menghukum orang-orang itu, sambil berharap agar mereka melunakkan hatinya. Jika mereka melunakkan hati, wajarlah bila kita anggap bahwa Ia akan utus hamba-hambaNya untuk mengabarkan Injil.

Sebagian orang berkata bahwa Allah akan mengutus hamba-hambaNya kepada mereka yang, Ia tahu, tidak akan bertobat sehingga mereka tak punya alasan lagi saat berdiri di hadapan penghakimanNya. Tetapi, ingat bahwa menurut Alkitab, orang-orang tersebut tak punya alasan lagi di hadapan Allah karena pewahyuanNya yang terus-menerus mengenai diriNya melalui ciptaanNya (lihat Roma 1:20). Jadi, jika Allah benar-benar mengutus salah seorang hambaNya kepada orang-orang itu, mereka akan jadi lebih bertanggung-jawab.

Jika ternyata benar Allah akan memimpin hambaNya kepada orang yang mau menerima Injil, lalu kita, hamba-hambaNya, akan sepenuh hati memohon hikmatNya sehingga kita dapat dipimpin menjangkau mereka yang, Ia tahu, siap untuk dituai.

Teladan Alkitabiah (A Scriptural Example)

Prinsip itu tampak indah dalam pelayanan Filipus si penginjil seperti dalam kitab Kisah Para Rasul. Filipus berkhotbah kepada banyak orang yang menerima Injil di Samaria, tetapi kemudian diarahkan oleh malaikat untuk menuju arah tertentu. Filipus dibimbing kepada orang yang sedang mencari berita Injil:

Kemudian berkatalah seorang malaikat Tuhan kepada Filipus, katanya: “Bangunlah dan berangkatlah ke sebelah selatan, menurut jalan yang turun dari Yerusalem ke Gaza.” Jalan itu jalan yang sunyi. Lalu berangkatlah Filipus. Adalah seorang Etiopia, seorang sida-sida, pembesar dan kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Etiopia, yang pergi ke Yerusalem untuk beribadah. Sekarang orang itu sedang dalam perjalanan pulang dan duduk dalam keretanya sambil membaca kitab nabi Yesaya. Lalu kata Roh kepada Filipus: “Pergilah ke situ dan dekatilah kereta itu!” Filipus segera ke situ dan mendengar sida-sida itu sedang membaca kitab nabi Yesaya. Kata Filipus: “Mengertikah tuan apa yang tuan baca itu?” Jawabnya: “Bagaimanakah aku dapat mengerti, kalau tidak ada yang membimbing aku?” Lalu ia meminta Filipus naik dan duduk di sampingnya. Nas yang dibacanya itu berbunyi seperti berikut:

Seperti seekor domba Ia dibawa ke pembantaian; dan seperti anak domba yang kelu di depan orang yang menggunting bulunya, demikianlah Ia tidak membuka mulut-Nya.

dalam kehinaanNya berlangsunglah hukuman-Nya; siapakah yang akan menceriterakan asal-usul-Nya? Sebab nyawaNya diambil dari bumi. Maka kata sida-sida itu kepada Filipus: “Aku bertanya kepadamu, tentang siapakah nabi berkata demikian? tentang dirinya sendiri atau tentang orang lain?” Maka mulailah Filipus berbicara dan bertolak dari nas itu ia memberitakan Injil Yesus kepadanya. Mereka melanjutkan perjalanan mereka, dan tiba di suatu tempat yang ada air. Lalu kata sida-sida itu: “Lihat, di situ ada air; apakah halangannya, jika aku dibaptis?” (Sahut Filipus: “Jika tuan percaya dengan segenap hati, boleh.” Jawabnya: “Aku percaya, bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah.”) Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. Dan setelah mereka keluar dari air, Roh Tuhan tiba-tiba melarikan Filipus dan sida-sida itu tidak melihatnya lagi. Ia meneruskan perjalanannya dengan sukacita. (Kisah Para Rasul 8:26-39).

Filipus dibimbing secara ilahi untuk melayani orang yang lapar rohani sehingga ia melakukan perjalanan dari Afrika ke Yerusalem untuk menyembah Allah dan telah membeli sebagian salinan gulungan yang berisikan nubuatan-nubuatan Yesaya. Ketika ia membaca Yesaya pasal 53, bagian jelas dalam Perjanjian Lama yang merinci pengorbanan Kristus sebagai penebusan, dan ia heran kepada siapa Yesaya menuliskan nubuatan itu; ada Filipus yang siap menjelaskan apa yang sedang dibacanya! Ada orang yang siap untuk bertobat! Allah tahu hatinya dan mengutus Filipus.

Cara yang Lebih Baik (A Better Way)

Betapa lebih diberkati orang-orang yang dipimpin oleh Roh dan yang mau menerima Injil dibandingkan mendekati orang-orang secara acak atau sistematis yang tak mau menerima Injil karena kita keliru menganggap bahwa mereka tidak akan mendapat kabar Injil. Jangan lupa —setiap orang yang anda temui terus-menerus diinjili oleh Allah. Kita lebih baik bertanya kepada orang-orang bagaimana perlakuan kata-hati mereka untuk pertama-tama menentukan apakah mereka akan menerima Allah atau tidak, karena setiap orang menghadapi rasa bersalah dengan berbagai cara.

Contoh lain dari prinsip itu adalah pertobatan seisi rumah Kornelius melalui pelayanan Petrus, yang secara adikodrati dipimpin untuk mengabarkan Injil kepada orang-orang bukan Yahudi yang sangat rindu menerima berita itu. Kornelius mendengar kata-hatinya dan mencari Allah, yang diilustrasikan melalui pemberian sedekah dan senantiasa berdoa (lihat Kisah Para Rasul 10:2). Allah mempertemukan Kornelius dengan Petrus, dan ia mendengarkan pesan Petrus dengan hati terbuka dan secara ajaib ia diselamatkan.

Betapa lebih bijak kita berdoa dan meminta Roh Kudus untuk memimpin kita kepada mereka yang berhati terbuka daripada kita merumuskan rencana-rencana menyeluruh dan buang-buang waktu untuk membagi kota-kota menjadi kuadran-kuadran dan menyusun tim-tim saksi untuk mengunjungi setiap rumah dan apartemen. Seandainya Petrus mengunjungi pertemuan yang membahas berbagai strategi misi di Yerusalem atau jika Filipus terus berkhotbah di Samaria, maka seisi rumah Kornelius dan sida Etiopia tidak akan pernah diselamatkan.

Setiap penginjil dan rasul tentu mendapat bimbingan untuk mengabarkan Injil di hadapan kerumunan orang yang mau menerima dan yang tak mau menerima Injil. Bahkan mereka mencari Tuhan untuk mengetahui tempat mereka menginjil sesuai keinginanNya. Lagi-lagi, catatan yang ditemukan dalam kitab Kisah Para Rasul berisikan tentang orang-orang yang dipimpin dan diurapi oleh Roh Kudus yang bekerja-sama dengan Roh Kudus ketika Ia membangun Kerajaan Allah. Betapa berbedanya metode-metode dalam gereja mula-mula dibandingkan dengan metode-metode dalam gereja masa kini. Betapa berbeda hasil-hasilnya! Mengapa tidak meniru hal yang sudah memberikan hasil?

Prinsip #2 (Principle #2)

Bagaimana prinsip-prinsip Alkitab yang disebut di bagian awal bab ini dapat membantu dalam memahami peran kita dalam penginjilan dan pembangunan Kerajaan Allah?

Jika Allah telah mendesain sedemikian sehingga semua ciptaan, kata-hati dan bencana menjadi hal-hal yang merupakan pesan kepada umat manusia untuk bertobat, maka seorang pekabar Injil perlu yakin agar ia takkan menyampaikan pesan yang bertentangan. Tetapi, ternyata ada banyak penginjil yang menyampaikan pesan demikian! Penyampaian khotbah secara langsung oleh mereka bertentangan dengan segala hal yang telah Allah katakan kepada orang-orang berdosa! Pesan para penginjil itu tentang kasih karunia yang tak sesuai dengan Alkitab mendukung ide bahwa kesucian dan ketaatan tidaklah penting demi memperoleh hidup kekal. Tanpa menyebutkan perlunya pertobatan bagi keselamatan, dengan menekankan bahwa keselamatan bukanlah hasil usaha (dalam cara pemahaman yang tidak dimaksudkan oleh Paulus), mereka sebenarnya menentang Allah, dengan lebih menipu orang-orang yang menegaskan nasib kekal mereka, karena mereka yakin telah diselamatkan ketika ternyata tidak diselamatkan. Betapa tragisnya, ketika utusan-utusan Allah ternyata menentang Allah yang mereka wakili menurut klaim mereka!

Yesus memerintahkan kita untuk menyerukan “pertobatan bagi pengampunan dosa” (Lukas 24:47). Pesan itu mempertegas perkataan Allah kepada orang berdosa selama hidupnya. Pemberitaan Injil menusuk hati orang-orang dan menyerang orang yang keras hatinya. Namun, injil modern yang lunak menyatakan kepada orang-orang betapa Allah mengasihi mereka (hal yang tak pernah disebutkan oleh seorang rasulpun ketika mengabarkan Injil dalam kitab Kisah Para Rasul), dan injil itu menyesatkan mereka dengan anggapan bahwa Allah tidak marah atau menyerang mereka. Mereka sering berkata bahwa mereka hanya perlu “menerima Yesus.” Tetapi Raja segala raja dan Tuhan segala tuhan tidak perlu kita terima. Pertanyaannya bukan, “Apakah anda menerima Yesus?”, tetapi “Apakah Yesus menerima anda?” Jawaban: jika anda tak bertobat dan mulai mengikutiNya, maka anda tak berkenan bagiNya, dan hanya belas-kasihanNya mencegah nasib anda agar tak sampai ke neraka.

Dengan injil modern yang menganggap murah kasih karunia Allah, saya heran mengapa begitu banyak bangsa, yang dipimpin oleh orang-orang yang Allah beri kuasa untuk memerintah (dan hal ini tak dapat diperdebatkan; lihat Daniel 4:17, 25, 32l 5:21; Yohanes 19:11; Kisah Para Rasul 12:23; Roma 13:1), telah menutup pintu bangsa-bangsanya untuk para misionaris Barat. Apakah itu karena Allah coba menjauhkan injil sesat dari negara-negara itu?

Prinsip #3 (Principle #3)

Prinsip-prinsip yang disebut di awal bab ini juga membantu dalam memahami cara Allah memandang orang-orang yang mengikuti agama-agama sesat. Apakah mereka orang-orang yang tak peduli dan tak perlu dikasihani karena tak pernah mendengarkan kebenaran? Apakah semua kesalahan terletak pada gereja karena tidak menginjili mereka secara efektif?

Tidak, orang-orang itu bukan tak peduli kepada kebenaran. Mereka mungkin tak tahu segala sesuatu yang diketahui oleh orang Kristen yang percaya Alkitab, tetapi mereka tahu semua yang Allah ungkapkan tentang diriNya melalui semua ciptaan, kata-hati dan bencana. Merekalah orang-orang yang Allah sedang panggil untuk bertobat dari seluruh hidupnya, meskipun mereka tak pernah bertemu orang Kristen atau mendengarkan Injil. Lagipula, bisa saja mereka sudah melembutkan atau mengeraskan hati kepada Allah.

Paulus menulis tentang ketidakpedulian orang-orang yang tak percaya dan menyatakan alasan bagi ketidakpedulian mereka:

Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia dan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka. Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran. (Efesus 4:17-19).

Perhatikanlah, alasan ketidakpedulian orang-orang bukan Yahudi adalah “karena kekerasan hati mereka.” Paulus juga berkata bahwa perasaan mereka telah “menjadi tumpul atau keras.” Ia jelas berbicara tentang kondisi hati mereka. Kulit keras muncul di tangan karena kontak terus-menerus dengan benda kasar dengan kulit lunak. Kulit yang sudah keras menjadi kurang peka. Demikian juga, ketika seseorang terus-menerus melawan panggilan Allah melalui semua ciptaan, kata-hati dan bencana, hatinya menjadi tumpul atau keras, sehingga membuatnya menjadi semakin kurang peka dengan panggilan ilahi. Itu sebabnya statistik menunjukkan bahwa seseorang umumnya makin enggan menerima Injil ketika ia makin tua. Makin tua seseorang, makin kecil kemungkinan ia akan bertobat. Para penginjil yang bijak menargetkan orang-orang muda.

Rasa Bersalah dari Orang yang Tidak Percaya (The Guilt of the Unbelieving)

Bukti selanjutnya di mana Allah menganggap seseorang bersalah meskipun ia belum pernah mendengar berita Injil dari penginjil Kristen adalah fakta bahwa Allah mengadili setiap orang secara aktif. Jika Allah tak menganggap seseorang bertanggung-jawab atas dosa-dosanya, maka Ia tak akan menghukumnya. Tetapi, karena Ia benar-benar menghukumnya, Ia menganggap orang itu bertanggung-jawab, dan jika demikian, maka ia harus tahu bahwa apa yang tengah dilakukannya adalah tidak berkenan di hadapanNya.

Satu cara Allah menghukum orang yang menentang panggilanNya kepada pertobatan adalah “menyerahkan mereka” kepada keinginan-keinginan dosa sehingga mereka menjadi budak sampai semakin dalam. Paulus menulis:

Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh. Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar.

Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka. Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin.

Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka.

Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas: penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan. Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua, tidak berakal, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan. Sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah, yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal demikian, patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya. (Roma 1:21-32, tambahkan penekanan).

Perhatikan bagaimana cara Paulus menekankan fakta-fakta tentang kesalahan dan pertanggungjawaban manusia di hadapan Allah. Orang yang belum dilahirkan kembali “mengenal Allah”, tetapi “ia tidak menghargaiNya sebagai Allah, atau mengucap syukur.” Ia “menukar kebenaran Allah dengan dusta”, sehingga pastilah ia telah temukan kebenaran Allah. Jadi, Allah “menyerahkan mereka” kepada status rendah yang makin dalam, sampai pada titik di mana orang-orang melakukan hal-hal yang paling aneh, tidak lazim dan menyimpang ketika mereka makin diperbudak oleh dosa. Sehingga Allah berkata, “Jadi, engkau ingin melayani dosa pada saat engkau akan melayaniKu? Teruskan. Saya tak akan menghentikanmu, dan engkau akan makin diperbudak oleh allah yang engkau kasihi.”

Saya menduga bahwa seseorang bisa saja menganggap bentuk hukuman itu sebagai indikasi belas-kasihan Allah, karena wajar bila kita berpikir bahwa ketika seseorang makin menyimpang dan berdosa, ia akan menyadarinya dan bangkit. Orang akan heran mengapa banyak pria homoseks tidak bertanya pada diri mereka sendiri, “Mengapa saya tertarik secara seksual kepada orang-orang dengan jenis kelamin yang sama dengan orang yang sebenarnya tak bisa saya punya hubungan seks yang wajar? Ini aneh!” Dalam satu hal, ada pendapat bahwa Allah memang benar-benar “membuat mereka demikian” (karena mereka sendiri sering menyangkal demi membenarkan penyimpangan mereka), tetapi hanya dalam arti permisif, dan hanya karena Ia ingin menyadarkan mereka agar bertobat dan mengalami belas-kasihanNya yang ajaib.

Tidak hanya kaum homoseks yang harus bertanya pada diri mereka sendiri. Paulus membuat daftar banyak dosa yang memperbudak manusia dan menjadi bukti hukuman Allah kepada mereka yang menolak melayaniNya. Milyaran orang akan bertanya kepada diri mereka sendiri tentang perilaku mereka yang aneh. “Mengapa saya membenci keluarga saya sendiri?” “Mengapa saya mendapat kepuasan dalam menyebarkan gosip?” “Mengapa saya tak pernah puas dengan yang saya miliki?” “Mengapa saya terpaksa terus menatapi gambar-gambar porno yang terpapar jelas?” Allah telah menyerahkan mereka semua untuk diperbudak oleh allah mereka.

Sudah tentu, siapapun dapat melembutkan hatinya, bertobat dan percaya kepada Yesus. Sebagian orang berdosa yang sangat keras hati telah melakukannya, dan Allah telah mentahirkan dan membebaskan mereka dari dosa-dosa! Selama seseorang masih bernafas, Allah masih memberi kesempatan kepadanya untuk bertobat.

Tak Ada Alasan (No Excuses)

Menurut Paulus, orang berdosa tak punya alasan untuk membenarkan dirinya. Pada kenyataannya, mereka tahu yang benar dan yang salah ketika menghakimi orang lain, sehingga mereka layak dihukum Tuhan:

Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama. Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Allah berlangsung secara jujur atas mereka yang berbuat demikian. Dan engkau, hai manusia, engkau yang menghakimi mereka yang berbuat demikian, sedangkan engkau sendiri melakukannya juga, adakah engkau sangka, bahwa engkau akan luput dari hukuman Allah? Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaranNya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan? (Roma 2:1-4).

Paulus berkata bahwa alasan kesabaran dan kesetiaan Allah adalah untuk memberi kesempatan bagi tiap orang untuk bertobat. Juga, ketika Paulus melanjutkan, ia ungkapkan bahwa hanya orang yang bertobat dan hidup kudus akan mewarisi Kerajaan Allah:

Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan. Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman. Penderitaan dan kesesakan akan menimpa setiap orang yang hidup yang berbuat jahat, pertama-tama orang Yahudi dan juga orang Yunani, tetapi kemuliaan, kehormatan dan damai sejahtera akan diperoleh semua orang yang berbuat baik, pertama-tama orang Yahudi, dan juga orang Yunani. (Roma 2:5-10).

Paulus jelas tak sependapat dengan orang yang mengajarkan bahwa siapapun yang hanya “menerima Yesus sebagai Juruselamat” dijamin akan mendapatkan hidup kekal. Sebaliknya, Paulus sependapat bahwa Allah akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, yaitu hidup kekal kepada mereka yang tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan.”

Tetapi, apakah hal itu tidak menunjukkan bahwa orang-orang dapat terus menekuni agama-agama selain agama Kristen dan diselamatkan selama mereka bertobat dan menaati Allah? Tidak, apapun alasannya, tiada keselamatan di luar Yesus; salah satunya adalah hanya Yesus dapat membebaskan orang-orang dari perbudakan dosa. Tetapi, jika mereka ingin bertobat, bagaimana mereka dapat memanggil nama Yesus jika mereka tak pernah mendengar namaNya?

Allah, yang tahu isi hati semua orang, akan mengungkapkan Sendiri kepada siapapun yang dengan tulus hati mencari. Yesus berjanji, “Carilah, maka kamu akan mendapatkan” (Matius 7:7), dan Allah mengharapkan setiap orang mencari Dia (lihat Kisah Para Rasul 17:26-27). Ketika Ia melihat orang yang hatinya merespon penginjilan yang Ia lakukan, Ia akan mengirim Injil kepada orang itu, seperti yang dilakukanNya kepada orang Etiopia dan seisi rumah Kornelius. Allah bahkan tidak dibatasi oleh peran-serta gereja, seperti yang Ia buktikan dalam pertobatan Saulus dari Tarsus. Jika tak ada orang yang mengabarkan Injil kepada orang yang mencari dengan tulus hati, Allah akan pergi sendiri! Saya telah dengar banyak contoh kini, di negara-negara yang tertutup Injil, orang-orang telah bertobat melalui pengalaman penglihatan tentang Yesus.

Alasan Orang Menjadi Religius (Why People Are Religious)

Faktanya, sebagian besar orang yang mempraktekkan agama-agama sesat bukanlah pencari kebenaran yang tulus. Sebaliknya, mereka adalah religius karena hanya mencari pembenaran atau pembungkus dosa-dosa mereka. Ketika terus melanggar kata-hati mereka, mereka bersembunyi di balik topeng agama. Dengan sikapnya yang religius, mereka meyakini bahwa mereka tak layak menuju neraka. Itu berlaku bagi “orang-orang Kristen” religius (termasuk orang-orang Kristen Injili yang murah kasih karunia) seperti juga untuk orang-orang Buddha, Muslim dan Hindu. Bahkan ketika mereka melakukan agamanya, kata-hati mereka menuduh mereka.

Ketika seorang penganut agama Buddha membungkuk dengan khusuk di hadapan para dewa atau pendeta-pendeta yang duduk bangga di depannya, kata hatinya berkata bahwa ia sedang berbuat salah. Ketika seorang Hindu membenarkan tiadanya belas-kasihan bagi pengemis jalanan yang penyakitan, ia percaya bahwa pengemis harus menderita karena dosa-dosa yang ia lakukan dalam kehidupan sebelumnya, tetapi kata-hatinya menuduhnya. Ketika seorang Muslim ekstrim memenggal kepala seorang “kafir” atas nama Allah, kata-hatinya berteriak demi kemunafikannya untuk membunuh. Ketika orang “Kristen” injili mengumpulkan harta di bumi, terus menonton televisi yang menayangkan tontonan seks, dan gosip-gosip tentang sesama anggota gereja, sambil meyakini bahwa ia diselamatkan oleh kasih karunia, hatinya menuduhnya. Semua itu adalah contoh orang-orang yang ingin terus berbuat dan yang melakukan dan mempercayai dusta religius sehingga mereka dapat terus berbuat dosa. “Kebenaran” orang-orang yang belum dilahiran kembali namun religius sangat, sangat, dan sangat mengecewakan harapan Allah.

Dengan kata lain, Allah tak mempedulikan orang-orang yang mengikuti agama-agama sesat demi menjadi orang-orang yang tidak peduli, yang harus dikasihani karena mereka tak pernah mendengarkan kebenaran. Kesalahan karena ketidakpedulian tidak juga terletak pada gereja karena tidak menginjili mereka secara efektif.

Walaupun kita tahu bahwa Allah mau gereja untuk mengabarkan Injil ke seluruh dunia, kita harus ikuti pimpinan RohNya ke tempat “ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai” (lihat Yohanes 4:35), di mana orang-orang menerima Injil karena mereka telah melembutkan hati mereka sesuai upaya Allah yang tanpa henti untuk menjangkau mereka.

Prinsip #4 (Principle #4)

Satu prinsip akhir yang dapat kita pelajari dari kebenaran Alkitab yang dibahas di awal bab ini adalah: Jika Allah aktif menghakimi orang-orang berdosa agar mereka melunakkan hati mereka, kita berharap bahwa, setelah sebagian orang berdosa menghadapi hukuman Allah atau memperhatikan orang lain menghadapi hukuman Allah, mereka akan melembutkan hati. Jadi, setelah terjadi berbagai malapetaka, ada kesempatan untuk menjangkau orang-orang yang sebelumnnya tak terjangkau.

Orang-orang Kristen harus mencari kesempatan mengabarkan Injil ke tempat orang-orang yang sedang menderita. Misalnya, orang yang baru kehilangan orang yang ia kasihi dapat bersikap lebih terbuka kepada perkara yang Allah mau ia dengar. Ketika melayani sebagai pendeta, saya selalu punya kesempatan untuk mengabarkan Injil ketika acara pemakaman, dengan mengingat kata Alkitab, “Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya. (Pengkhotbah 7:2, tambahkan penekanan).

Ketika seseorang menderita sakit, kerugian keuangan, hubungan yang hancur, bencana alam dan banyak konsekwensi dosa dan hukuman atas dosa, ia perlu tahu bahwa berbagai penderitaannya adalah pangilan untuk bangkit. Melalui berbagai penderitaan di dunia, Allah mencoba menyelamatkan setiap orang berdosa dari hukuman kekal.

Kesimpulan (In Summary)

Allah melakukan sebagian besar pekerjaan pembangunan KerajaanNya. Kita memikul tanggung-jawab untuk bekerja-sama denganNya.

Setiap orang percaya harus hidup suci dan taat sehingga jadi perhatian orang-orang yang dalam kegelapan, dan ia selalu siap membela diri demi harapan yang diyakininya.

Allah selalu bekerja untuk memotivasi semua orang agar mereka mau melunakkan hati dan bertobat, dengan cara terus-menerus berbicara kepada mereka melalui segala ciptaan, kata-hati dan bencana, dan kadang-kadang melalui panggilan Injil.

Seorang berdosa tahu bahwa ia sedang tidak menaati Allah, dan bertanggung-jawab kepadaNya meskipun ia tak pernah mendengar Injil. Dosanya menjadi bukti kekerasan hatinya. Indikasi murka Allah terhadap mereka adalah degradasi dan perbudakan oleh dosa yang semakin dalam yang mereka alami.

Orang-orang religius tidak secara langsung mencari kebenaran. Mereka lebih cenderung membenarkan dosa mereka melalui keyakinan akan dusta-dusta dalam agama mereka.

Allah mengetahui kondisi hati setiap orang. Walaupun Ia dapat memimpin kita untuk berbagi Injil dengan mereka yang tak mau menerima Injil, Ia lebih sanggup membimbing kita kepada mereka yang mau menerima Injil.

Ketika Allah bekerja untuk melembutkan hati orang-orang melalui berbagai penderitaan mereka, kita harus mengambil kesempatan itu untuk memberitakan Injil.

Allah menghendaki kita agar memberitakan Injil ke seluruh dunia, tetapi Ia ingin kita mengikuti RohNya ketika kita hendak memenuhi Amanat Agung, seperti gambaran dalam Kisah Para Rasul.

Allah akan mengungkapkan diriNya kepada siapapun yang berusaha mengenalNya dengan tulus hati.

Allah mau agar pesan kita selaras dengan pesanNya.

Suatu hari nanti akan ada utusan-utusan dari setiap kelompok etnis yang menyembah di hadapan Tahta Allah, dan kita semua harus melakukan bagian kita dalam kerjasama dengan Allah untuk bekerja sampai akhir. Jadi, semua umat Allah harus menunjukkan kasih Kristus kepada setiap anggota dari tiap kelompok etnis yang mereka jumpai. Allah dapat membimbing sebagian hambaNya untuk secara khusus mendatangi orang-orang dari latar-belakang budaya berbeda, apakah dengan mengirim dan mendukung para perintis gereja, atau langsung pergi sendiri. Seseorang yang diutus harus melakukan pemuridan, sehingga ia dapat membuktikan dirinya sebagai pelayan pemuridan!

Akhir Kata (Final Words)

Saya sangat bersyukur kepada Allah yang telah memampukan kami untuk mencetak buku ini dalam bahasa anda dan memungkinkan anda untuk memiliki dan membaca salinan buku ini. Saya harap buku ini menjadi berkat bagi anda. Jika buku ini menjadi berkat, sudikah anda mengabari saya dan berbagi cerita dengan saya? Saya hanya dapat membaca dalam Bahasa Inggris, jadi anda boleh kirim surat dalam Bahasa Inggris atau suruh orang lain menerjemahkan surat anda ke Bahasa Inggris sebelum dikirim ke saya!

Untuk menghubungi saya, kirim e-mail ke alamat [1] Itu sebabnya Alkitab menyatakan, “Orang bebal berkata dalam hatinya: “Tidak ada Allah.” (Mazmur 14:1, tambahkan penekanan). Hanya orang bodoh yang menutup-nutupi kebenaran yang sudah jelas.

[2] Di luar ini, Alkitab mengajarkan bahwa Allah bahkan aktif mengeraskan hati orang yang terus mengeraskan hatinya melawan Dia (seperti Firaun). Tidaklah mungkin ada harapan orang itu bertobat.