Bab Tigapuluh-Dua (Chapter Thirty-Two)

Pengelolaan Khusus (Stewardship)

 

Dalam bab tentang Khotbah di Bukit oleh Yesus, ada beberapa kata Yesus kepada murid-muridNya mengenai pengelolaan khusus. Ia berkata kepada mereka untuk tidak menumpuk harta di bumi, tetapi di sorga. Ia menekankan bahwa yang ada di dalam hati mereka adalah kebodohan untuk menginvestasikan harta fana, dan juga kegelapan (lihat Matius 6:19-24).

Uang adalah ilah mereka yang mengumpulkan harta di bumi, karena mereka melayani demi uang dan uang mengatur hidup mereka. Yesus berkata bahwa melayani Allah dan uang adalah mustahil; jelas ini menunjukkan bahwa jika Allah adalah Tuan sejati kita, maka Ia juga Tuan bagi uang kita. Uang, lebih dari hal apapun, bersaing dengan Allah untuk memenangkan hati orang-orang. Itu sebabnya Yesus mengajarkan agar kita tidak menjadi murid-muridNya jika kita tidak melepaskan diri dari semua harta kita (lihat Lukas 14:33). Murid-murid Kristus tak memiliki apapun. Mereka hanya pengelola khusus harta dari Allah, dan Allah mau melakukan banyak hal dengan uangNya, sebagai cerminan karakterNya dan Ia mau meninggikan kerajaanNya.

Yesus ingin katakan banyak hal tentang pengelolaan khusus, tetapi FirmanNya sering diabaikan oleh orang-orang yang mengaku sebagai pengikutNya. Yang lebih populer adalah pemutarbalikan Alkitab untuk membuat “doktrin kemakmuran” modern dalam banyak bentuknya, yang licik dan suka pamer. Tetapi, pelayan pemuridan ingin sekali mengajar orang-orang untuk menaati semua perintah Kristus. Melalui perilaku dan perkataannya, tiap pelayan pemuridan itu mau mengajar pengelolaan khusus yang Alkitabiah.

Perhatikan pengajaran Alkitab tentang pengelolaan khusus, dan di saat yang sama, paparkan beberapa contoh lazim mengenai ajaran sesat tentang kemakmuran. Sama sekali ini bukanlah studi menyeluruh. Saya menulis buku tentang pengelolaan khusus dan dapat dibaca dalam Bahasa Inggris di situs kami (

[1]

Kini, murid-murid muda sering harus membiayai sendiri agar mendapat bekal dari pelayan yang lebih tua di sekolah-sekolah Alkitab. Namun Yesus membuat model yang sangat berbeda!

Yesus juga menjalani hidup yang penuh kepercayaan, dan yakin bahwa BapaNya akan menyediakan segala keperluanNya dan memberkatiNya sehingga Ia dapat menyediakan kebutuhan orang lain. Kadang-kadang Ia diundang ke acara makan, dan di lain waktu Dia makan gandum yang masih mentah dari ladang (lihat Lukas 6:1).

Dua kali Ia memberi makan ribuan orang yang datang mendengarkanNya. Betapa beda hal itu dengan seminar modern Kristen di mana tiap orang yang ingin mendengarkan pembicara harus membayar biaya masuk! Kami yang memberi makanan gratis kepada mereka yang menghadiri seminar para pelayan kadang-kadang bahkan dicerca karena “membayari orang-orang yang mendengarkan kita.” Realitanya, kita hanya mengikuti model Yesus.

Yesus juga peduli kepada kaum miskin, ketika kelompokNya membuka kotak uang untuk mengumpulkan sumbangan. Memberi kepada kaum miskin adalah ciri pelayanan Yesus yang sering dilakukan sehingga ketika Ia berkata kepada Yudas untuk bekerja dengan cepat karena ia akan mengadakan Perjamuan Terakhir, semua murid lain menganggap bahwa Yudas akan membeli makanan untuk kelompok mereka atau memberi uang kepada kaum miskin (lihat Yohanes 13:27-30).

Yesus benar-benar mengasihi sesamaNya seperti diriNya sendiri, sehingga Ia hidup sederhana dan berbagi. Ia tak perlu bertobat pada saat pemberitaan Yohanes Pembaptis yang berkata, “Barangsiapa mempunyai dua helai baju, hendaklah ia membaginya dengan yang tidak punya.” (Lukas 3:11). Yesus hanya punya satu jubah. Namun beberapa pengkhotbah teologi kemakmuran mencoba meyakinkan bahwa Yesus adalah orang kaya karena Ia memakai jubah bagian dalam yang tak ada jahitannya (lihat Yohanes 19:23), sesuatu yang konon hanya dipakai oleh orang-orang kaya. Menakjubkan, apa fungsi yang mungkin ada dalam satu teks Alkitab jika seseorang ingin membuktikan hal yang bertentangan dengan banyak ayat lain dalam Alkitab! Kita dapat juga buat kesimpulan yang kurang jelas bahwa Yesus coba menyembunyikan kekayaanNya, karena Ia tidak juga memakai jubah luar tanpa jahitan.

Ada hal lagi yang hendak Yesus katakan tentang uang yang tak sempat kita perhatikan. Tetapi, kita perhatikan beberapa ajaran dari pengkhotbah teologi kemakmuran modern yang pintar membelokkan pengertian ayat-ayat Alkitab dan menipu orang-orang awam.

“Allah Menjadikan Salomo Kaya” (“God Made Solomon Rich”)

Ucapan itu dipakai sebagai pembenaran oleh banyak pengkhotbah teologi kemakmuran untuk menyembunyikan ketamakan mereka. Mereka tidak ingat bahwa Allah memberikan Salomo kekayaan dengan satu alasan, yakni, ketika Allah berjanji kepada Salomo bahwa Ia akan mengabulkan setiap permohonan, Salomo meminta hikmatnya untuk memerintah rakyatnya. Allah sangat senang bahwa Salomo tidak meminta kekayaan (di antara hal-hal lain), sehingga selain hikmat, Ia juga memberikan kekayaanNya. Tetapi, Salomo tidak memakai hikmat ilahiNya sesuai kehendak Allah, sehingga ia menjadi orang terbodoh yang pernah hidup. Andaikan ia bersikap bijak, ia pasti memperhatikan perkataan Allah kepada bangsa Israel dalam Hukum Taurat lama sebelum ia lahir:

Apabila engkau telah masuk ke negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, dan telah mendudukinya dan diam di sana, kemudian engkau berkata: Aku mau mengangkat raja atasku, seperti segala bangsa yang di sekelilingku, maka hanyalah raja yang dipilih TUHAN, Allahmu, yang harus kauangkat atasmu. Dari tengah-tengah saudara-saudaramu haruslah engkau mengangkat seorang raja atasmu; seorang asing yang bukan saudaramu tidaklah boleh kauangkat atasmu. Hanya, janganlah ia memelihara banyak kuda dan janganlah ia mengembalikan bangsa ini ke Mesir untuk mendapat banyak kuda, sebab TUHAN telah berfirman kepadamu: Janganlah sekali-kali kamu kembali melalui jalan ini lagi. Juga janganlah ia mempunyai banyak isteri, supaya hatinya jangan menyimpang; emas dan perakpun janganlah ia kumpulkan terlalu banyak. (Ulangan 17:14-17).

Itulah ayat-ayat lain yang selalu dibaikan oleh para pengkhotbah teologi kemakmuran, dengan mengikuti contoh Salomo yang juga lalai sampai ia mati. Dan seperti Salomo, mereka juga menjadi orang-orang yang dipuja. Ingatlah, hati Salomo disesatkan oleh banyak istrinya untuk menyembah dewa-dewa; istri-istri itu didapatkannya karena ia memakai kekayaannya.

Allah mau agar Salomo memakai kekayaannya untuk mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri, tetapi Salomo memakainya untuk mengasihi dirinya sendiri. Ia menambah jumlah emas, perak, kuda dan istri untuk dirinya sendiri, dengan tidak menaati perintah Allah. Akhirnya, ia mengawini 700 istri dan memiliki 300 gundik, sehingga praktis ia merampok seribu istri dari tangan suami-suami mereka. Salomo tenggelam sendiri, bukannya memberi pada kaum miskin. Sangat mengherankan bahwa pengkhotbah teologi kemakmuran menganggap Salomo sebagai model peran untuk setiap orang Kristen Perjanjian Baru dengan pertimbangan kepentingan diri sendiri dan penyembahan berhala. Bukankah tujuan kita adalah menjadi seperti Kristus?

“Allah Membuat Abraham Kaya, dan Berkat Abraham Dijanjikan Kepada Kita” (“God Made Abraham Rich, and Abraham’s Blessings Are Promised To Us”)

Pembenaran ini dibuat dari kata-kata Paulus dalam kitab Galatia pasal 3. Saya akan memakai ayat yang sering dikutip itu, tetapi di dalam konteksnya:

Dan Kitab Suci, yang sebelumnya mengetahui, bahwa Allah membenarkan orang-orang bukan Yahudi oleh karena iman, telah terlebih dahulu memberitakan Injil kepada Abraham: “Olehmu segala bangsa akan diberkati.” Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah yang diberkati bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu. Karena semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis: “Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat.” Dan bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat adalah jelas, karena: “Orang yang benar akan hidup oleh iman.” Tetapi dasar hukum Taurat bukanlah iman, melainkan siapa yang melakukannya, akan hidup karenanya. Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!” Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu. (Galatia 3:8-14, tambahkan penekanan).

“Berkat Abraham” yang Paulus tulis dalam ayat 14 adalah janji Allah kepada Abraham untuk memberkati semua bangsa di dalam dia (yang dikutip Paulus dalam ayat 8), atau lebih khusus, sesuai penjelasan Paulus beberapa ayat kemudian, dalam benih tunggal Abraham, Yesus (Galatia 3:16). Menurut hal yang baru saja kita baca, Yesus sediakan berkat yang dijanjikan bagi semua bangsa yang dikutuk Allah; Ia mati karena dosa-dosa dunia di kayu salib. Sehingga “berkat Abraham yang mendatangi orang-orang bukan Yahudi” bukanlah tentang Allah yang membuat orang-orang bukan Yahudi menjadi kaya materi seperti Abraham, tetapi tentang janji Allah kepada Abraham untuk memberkati bangsa-bangsa kafir melalui benihnya —dan penggenapannya oleh Yesus melalui kematianNya di kayu salib bagi mereka. (Tema dominan dari Paulus di sini adalah bahwa orang-orang bukan Yahudi dapat diselamatkan dengan iman, seperti halnya orang-orang Yahudi, melalui iman dalam Yesus).

Pembelokan Arti Lainnya (Another Twisting)

Perikop yang sama sering digunakan dengan cara lain oleh para pengkhotbah teologi kemakmuran untuk membenarkan doktrinnya. Mereka berkata bahwa, karena Hukum Taurat menjanjikan kutuk kemiskinan kepada mereka yang tidak menaatinya (lihat Ulangan 28:30-31, 33, 38-40, 47-48, 51, 68), dan karena Paulus menulis, “Kristus menebus kita dari kutuk Hukum Taurat” dalam Galatia 3:13, kita yang dalam Kristus telah ditebus dari kutuk kemiskinan.

Pertama, masih diragukan bahwa Paulus memikirkan kutukan-kutukan yang terdapat dalam Ulangan 28 ketika menulis tentang “kutuk Hukum Taurat” yang olehnya Kristus menebus kita. Perhatikan bahwa Paulus tidak berkata bahwa Kristus menebus kita dari “kutukan-kutukan” (bentuk jamak) Hukum Taurat, tetapi sebaliknya “kutukan” (bentuk tunggal) Hukum Taurat, yang mungkin bermakna bahwa seluruh Hukum Taurat adalah kutukan bagi mereka yang mencoba mencari keselamatan dengan cara menaatinya. Ketika ditebus oleh Kristus, kita tidak akan lagi membuat kesalahan demi menyelamatkan diri dengan menaati Hukum Taurat, sehingga kita “ditebus dari kutuk Hukum Taurat.”

Jika Paulus benar berkata bahwa Kristus menebus kita dari setiap hal yang mengerikan dalam Ulangan 28, sehingga kita mendapat jaminan kemakmuran materi, kita pasti heran mengapa Paulus pernah menulis tentang dirinya, “Sampai pada saat ini kami lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup mengembara” (1 Korintus 4:11). Kita juga heran mengapa Paulus menuliskan,

Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis: “Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan.” (Roma 8:35-36).

Jelas, Paulus tak mungkin menulis kata-kata itu jika semua orang Kristen terbebas dari penindasan, kesesakan, penganiayaan, kelaparan, ketelanjangan, bahaya, atau pedang atas nama penebusan Kristus bagi kita dari kutuk Hukum Taurat.

Kita akan heran juga mengapa Yesus menubuatkan kejadian di sorga berikut ini,

“Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Matius 25:34-40, tambahkan penekanan).

Jadi, ada keraguan bahwa beberapa orang percaya, yang “ditebus dari kutuk Hukum Taurat”, akan mengalami keadaan sekitar yang kurang-makmur. Namun, perhatikan, dalam keadaan sekitar yang menimbulkan cobaan sesuai gambaran Yesus, Allah memenuhi kebutuhan orang-orang percaya yang sedang menderita, dan Ia melakukannya melalui orang-orang percaya lain yang memiliki lebih dari yang mereka butuhkan. Kita selalu berharap bahwa Allah akan sediakan kebutuhan kita, meskipun kadang-kadang tampak tidak demikian.

Akhirnya, pengkhotbah teologi kemakmuran yang ingin menjadi kaya seperti Abraham harus jujur bertanya apakah jika ia ingin hidup dalam satu tenda selama hidupnya tanpa pasokan listrik atau air! Orang yang diberkati Allah dengan kekayaan dalam Perjanjian Lama diminta untuk memakai kekayaannya demi kemuliaan Allah, dengan membagi kelimpahannya dan memberikan kepada orang-orang lain. Abraham melakukan hal itu, dengan memberikan pekerjaan kepada ratusan orang yang memenuhi kebutuhan mereka (lihat Kejadian 14:14). Ayub juga melakukan hal itu, yang juga menyaksikan kekayaan dipakai untuk kepentingan para janda dan anak-anak yatim-piatu (Ayub 29:12-13, 31:16-22). Orang-orang yang dikaruniai kegiatan bisnis harus yakin bahwa usaha utamanya adalah menaati Allah dan mengasihi sesamanya seperti mengasihi diri mereka sendiri.

“Alkitab Berkata Bahwa Yesus Menjadi Miskin Agar Kita Dapat Menjadi Kaya” (“Scripture Says That Jesus Became Poor So That We Could Become Rich”)

Memang Alkitab berkata,

Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya. (2 Korintus 8:9).

Ada perdebatan bahwa karena ayat ini berkata bahwa Yesus kaya dalam hal materi di sorga dan menjadi miskin dalam hal materi di bumi, kemudian kekayaan materi menjadi pemikiran Paulus ketika ia menyurati para pembacanya agar dapat menjadi kaya melalui kemiskinan Kristus. Sudah tentu, jika Paulus berbicara tentang kekayaan dan kemiskinan materi di bagian pertama ayat itu, ia tak mungkin berbicara tentang kekayaan rohani di bagian kedua.

Tetapi, jika maksud Paulus yang sebenarnya agar kita menjadi kaya materi oleh karena kemiskinan materi dari Kristus, lalu mengapa ia menulis beberapa ayat berikut pada surat yang sama,

Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian. (2 Korintus 11:27).

Jika maksud Paulus dalam 2 Korintus 8:9 bahwa Kristus menjadi miskin materi sehingga kita dapat menjadi kaya materi, maksud Kristus tentu bukan yang dilakukan dalam kehidupan Paulus! Sehingga, jelaslah Paulus tidak bermaksud bahwa Kristus menjadi miskin materi sehingga kita dapat menjadi kaya materi di bumi ini. Maksudnya, kita akan menjadi kaya rohani, “kaya di hadapan Allah”, sesuai ungkapan Yesus (lihat Lukas 12:21), dan kaya di sorga di mana harta dan hati kita berada.

Dapatkah kita berasumsi, karena Paulus sedang berbicara tentang kekayaan materi pada satu bagian dari satu kalimat, ia tak mungkin berbicara tentang kekayaan rohani di bagian lain dari kalimat itu, seperti klaim pengkhotbah teologi kemakmuran? Perhatikan kata-kata Yesus berikut yang ditujukan kepada beberapa pengikutNya di Smirna:

Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu–namun engkau kaya… (Wahyu 2:9a).

Jelaslah, Yesus sedang berbicara tentang kekayaan materi yang tengah dihadapi oleh orang-orang percaya di Smirna, dan kemudian beberapa kata berikutnya, Ia sedang berbicara tentang kekayaan rohani dari orang-orang percaya itu.

“Yesus Berjanji Mengembalikan Seratus kali Lipat atas Pemberian Kita” (“Jesus Promised a Hundred-Fold Return on Our Giving”)

Yesus benar-benar menjanjikan seratus kali lipat kepada mereka yang memberikan korban tertentu. Kita baca dengan teliti apa yang dikatakanNya:

Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal. (Markus 10:29-30).

Perhatikan, janji di atas bukan untuk mereka yang memberi uang kepada pengkhotbah, seperti sering diklaim oleh para pengkhotbah teologi kemakmuran. Sebaliknya, janji itu diberikan kepada orang yang meninggalkan rumah, ladang dan kerabat untuk pergi memberitakan Injil jauh dari rumahnya. Yesus berjanji memberikan kepada orang itu “seratus kali lebih banyak dari yang mereka miliki sekarang.”

Tetapi, Yesus berjanji bahwa orang itu akan menjadi pemilik seratus rumah atau ladang sesuai klaim beberapa pengkhotbah teologi kemakmuran? Tidak, tak hanya lebih dari yang Ia janjikan bahwa orang itu akan memerlukan seratus ibu dan seratus anak. Yesus hanya berkata bahwa orang yang meninggalkan rumah dan keluarganya akan menemukan sesama orang percaya yang akan membuka pintu mereka untuknya dan menyambutnya sebagai anggota di tengah-tengah keluarga mereka.

Perhatikan Yesus juga menjanjikan aniaya dan kehidupan kekal bagi orang-orang itu. Ini mengingatkan kita akan konteks keseluruhan perikop, di mana murid-murid telah memperhatikan seorang muda yang kaya, yang menginginkan kehidupan kekal, dengan sedih hati pergi ketika Yesus menyatakan, “Lebih mudah seekor unta melewati lubang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.” (Markus 10:25).

Murid-murid terkejut pada pernyataan Yesus, dan kemudian heran dengan kesempatan mereka untuk memasuki Kerajaan Allah. Mereka mengingatkan Yesus tentang apa yang mereka telah tinggalkan untuk mengikutiNya. Itulah saatnya Yesus berbicara tentang janjiNya untuk memberikan “seratus kali lipat”.

Sehingga, sulit dipercaya bahwa siapapun pengkhotbah teologi kemakmuran akan mencoba meyakinkan kita bahwa Yesus menjanjikan pengembalian materi seratus kali lipat yang akan membuat kita sangat kaya dengan segera, karena nyata bahwa, beberapa detik sebelumnya Yesus berkata kepada seorang kaya agar menjual segala sesuatu dan memberikan uangnya kepada orang-orang miskin jika ia ingin hidup kekal!

Ada banyak ayat lain dalam Alkitab yang dibelokkan artinya oleh para pengkhotbah teologi kemakmuran selain ayat-ayat yang sudah dibahas, tetapi buku ini tak cukup menampung bila topik itu dibahas lebih lanjut. Berhati-hatilah saudara!

Pepatah yang Perlu Diingat (A Maxim to Remember)

John Wesley, pendiri gerakan Methodis dalam Gereja Inggris, membuat ungkapan yang mengagumkan terkait dengan perspektif yang benar mengenai uang. Yakni “Carilah semampumu; tabunglah semampumu; berilah semampumu.”

Pertama, setiap orang Kristen harus bekerja keras, dengan menggunakan keahlian dan kesempatan yang Tuhan berikan untuk mendapatkan uang, namun harus yakin untuk melakukannya dengan jujur dan tidak melanggar perintah-perintah Kristus.

Kedua, setiap orang Kristen harus hidup dengan hemat dan sederhana, mengeluarkan dana sekecil mungkin untuk dirinya, sehingga ia dapat “menabung semampunya.”

Setelah mengikuti dua langkah pertama, ia harus “berikan semampunya,” dengan tak membatasi dirinya pada perpuluhan, tetapi semaksimal mungkin menyangkali diri sendiri sehingga para janda dan anak-anak yatim-piatu mendapat makanan dan Injil diberitakan di seluruh dunia.

Gereja mula-mula tentu mempraktekkan pengelolaan khusus tersebut, dan berbagi dengan orang-orang yang kekurangan di antara mereka adalah tindakan mereka dalam kehidupan Perjanjian Baru. Jemaat mula-mula memperhatikan dengan serius perintah Yesus kepada pengikutNya, “Juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah! Buatlah bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis, yang tidak dapat didekati pencuri dan yang tidak dirusakkan ngengat.” (Lukas 12:33). Kita baca dalam kitab Lukas tentang jemaat mula-mula:

Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. … Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama. Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah. Sebab tidak ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka; karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa dan mereka letidak akan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya. (Kisah Para Rasul 2:44-45; 4:32-35).

Alkitab juga berkata dengan jelas bahwa jemaat mula-mula memberi makan dan menyiapkan kebutuhan dasar bagi para janda miskin (lihat Kisah Para Rasul 6:1; 1 Timotius 5:3-10).

Paulus adalah rasul terbesar yang pernah hidup dan yang Allah percayakan untuk mengabarkan Injil kepada orang-orang bukan Yahudi, dan dialah penulis sebagian besar suratan-suratan dalam Perjanjian Baru. Paulus menganggap pelayanan kebutuhan materi bagi kaum miskin adalah bagian penting dalam pelayanannya. Di antara jemaat-jemaat yang didirikan, Paulus mengumpulkan banyak uang untuk orang-orang Kristen miskin (lihat Kisah Para Rasul 11:27-30; 24:17; Roma 15:25-28; 1 Korintus 16:1-4; 2 Korintus 8-9; Galatia 2:10). Sedikitnya tujuh-belas tahun setelah pertobatannya, Paulus melakukan perjalanan ke Yerusalem untuk memberikatakn Injil yang sudah diterima dengan diawasi oleh Petrus, Yakobus dan Yohanes. Mereka tak menemukan kekeliruan pesan yang disampaikannya, dan ketika Paulus menceritakan kejadian dalam suratnya kepada jemaat Galatia, ia ingat, “hanya kami harus tetap mengingat orang-orang miskin dan memang itulah yang sungguh-sungguh kuusahakan melakukannya. (Galatia 2:10). Dalam benak Petrus, Yakobus, Yohanes dan Paulus, hal kedua setelah pengabaran Injil adalah menunjukkan belas-kasihan kepada kaum miskin.

Kesimpulan (In Summary)

Tentang topik itu, saran terbaik bagi setiap pelayan pemuridan berasal dari rasul Paulus, setelah mengingatkan Timotius bahwa “Akar segala kejahatan ialah cinta uang”, dan berkata bahwa “Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka”, lalu Paulus mengingatkannya,

Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan. (1 Timotius 6:11, tambahkan penekanan).

 


[1]

Para pengkhotbah teologi kemakmuran sering menggunakan fakta itu untuk membuktikan bahwa kemakmuran ada dalam pelayanan Yesus. Tidak diragukan bahwa Allah menyediakan kebutuhan Yesus sehingga Ia dapat merampungkan misiNya. Perbedaan antara Yesus dan pengkhotbah teologi kemakmuran adalah Yesus tidak egois, dan Ia tidak memakai uang pelayanan untuk memperkaya diriNya.